Kini kamu bisa mengetahui keliling Bumi memakai perkakas dan satelit pengamat. Tetapi kamu tidak memerlukan peralatan canggih untuk menggukur sebuah planet. Kamu dapat melakukan apa yang dilakukan Eratosthenes lebih dari 2.000 tahun yang lalu. Ia menghitung ukuran Bumi tanpa meninggalkan lantai perpustakaan tempatnya bekerja.
Eratosthenes adalah cendekiawan Yunani yang hidup di Alexandria, sebuah kota di Mesir, antara tahun 276 dan 196 SM. Ia bekerja di Museum Alexandria, yang sebagiannya museum dan sebagiannya lagi pusat riset. Di sana ada taman botani, kebun binatang, observatoriumastronomi, dan laboratorium. Para cendekiawan memberi kuliah di aula kuliah museum; lainnya bersantai, menikmati santapan, dan bercakap-cakap di ruang makan museum.
Eratosthenes adalah kepala perpustakaan museum, yang memiliki koleksi sekitar 100.000 buku, semuanya ditulis di atas gulungan papirus (semacam kertas yang dibuatdari alang-alang papirus). Ia menaruh minat pada segala sesuatu: Ia telah mempelajari filsafat, sejarah, dan ia menjadi kritisi teater. Beberapa rekan cendekiawannya menganggap ia sebagai amatir–seseorang yang berkecimpung dalam banyak hal, tetapi bukan kelas satu dalam bidang apapun.
Eratosthenes sudah mendengar dari para pengembara tentang hal aneh yang mereka lihat di Syene, sebuah kota jauh di selatan Alexandria. Pada tengah hari di hari pertama musim panas–siang terpanjang dalam setahun–bayangan lenyap di Syene. Matahari berdiri tegak lurus di atas kepala; sinarnya menyorot lurus ke bawah. Kalau memandang ke sumur yang dalam, kamu dapat melihat pantulan piringan Matahari di air di bawah sana.
Namun, di Alexandria, Eratosthenes melihat tembok-tembok museum menimbulkan bayangan pada tengah hari di hari pertama musim panas. Dari pengamatan sederhana ini, ia mampu menghitung ukuran seluruh planet.
Begini caranya: Eratosthenes tahu bahwa karena jarak luar biasa antara Matahari Bumi, sinarnya mencapai Alexandria dan Syene dalam berkas-berkas sinar sejajar yang bersisian. Jika Bumi datar, maka bayangan akan lenyap di seluruh dunia pada tanggal 21 Juni. Tetapi, ia memperkirakan, karena Bumi melengkung, tembok-tembok dan tiang-tiang di Alexandria–sekitar 800 km sebelah utara Syene–menonjol dari permukaan Bumi dengan sudut berbeda.
Jadi pada tengah hari di hari pertama musim panas, Eratosthenes memakai rumus geometri sederhana untuk menemukan banwa puncak obelisk itu memiliki kemiringan dari Matahari sedikit di atas 7°.
Karena tidak ada bayangan pada tengah hari di Syene di hari pertama musim panas itu, sudut di Syene pastilah 0°, atau tidak ada sudut sama sekali. Ini artinya, Alexandria berjarak 7° lebih sedikit dari Syene sepanjang keliling Bumi.
Semua lingkaran memiliki 360°, dan kelilinng Bumi bukan perkecualian. Sudut 7° antara dua kota itu sekitar 1/50 lingkaran. Jadi Eratosthenes mengalikan jarak antara Syene dan Alexandria–sekitar 800 km–dengan angka 50, mendapatkan angka 40.000 untuk jarak keliling Bumi. Para astronom modern menghitung keliling Bumi tepatnya 40.061 km. Eratosthenes telah membuktikan dirinya sebagai cendekiawan kelas satu.
Kini, ada satu bidang ilmu, namanya geodesi, yang mengkhususkan diri untuk mengukur planet kita. Ahli-ahli geodesi menggunakan alat-alat survei khusus untuk mengukur sudut-sudut Bumi. Mereka mengukur gravitasi untuk menentukan bentuk yang tepat dari planet ini, dan mereka memanfaatkan posisi satelit-satelit dia angkasa untuk mengukur segitiga-segitiga, dengan satelit sebagai puncaknya, dan dua stasiun bumi sebagai dua sudut lain dari segitiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar