Sering saya bertanya kepada diri saya sendiri, “Kapan waktu yang tepat untuk berbuat sesuatu?” Sesuatu yang dimaksudkan disini adalah perbuatan yang memberikan nilai tambah atau kontribusi positif bagi kehidupan orang lain. Terhadap pertanyaan tersebut, saya berusaha untuk mencari jawabannya dan dari suatu sumber saya dapatkan jawaban “Selama kita masih hidup, itulah saat yang paling tepat”. Artinya setiap hari adalah saat yang tepat untuk berbuat hal baik.
Kita tidak perlu menyesali hari kemarin yang telah berlalu atau terus-menerus merisaukan hari esok yang terkadang masih belum menentu.
“Jangan pernah merisaukan sesuatu yang tidak Anda miliki tetapi syukurilah apa yang telah diberikanNya kepada Anda”. Jika kita berpikir belum saatnya untuk berbuat sesuatu, itu sama saja artinya menyia-nyiakan waktu yang diberikan Tuhan. Adakah yang bisa menjamin bahwa besok kita masih hidup? Dengan kata lain manfaatkanlah semaksimal mungkin setiap kesempatan untuk memberikan nilai tambah bagi sesama. Caranya bisa dari hal-hal yang paling sederhana, misalnya membantu teman yang kesulitan, menjenguk mereka yang sedang sakit ataupun hal yang sangat simple yaitu memberikan senyum kepada orang lain.
“Jangan pernah merisaukan sesuatu yang tidak Anda miliki tetapi syukurilah apa yang telah diberikanNya kepada Anda”. Jika kita berpikir belum saatnya untuk berbuat sesuatu, itu sama saja artinya menyia-nyiakan waktu yang diberikan Tuhan. Adakah yang bisa menjamin bahwa besok kita masih hidup? Dengan kata lain manfaatkanlah semaksimal mungkin setiap kesempatan untuk memberikan nilai tambah bagi sesama. Caranya bisa dari hal-hal yang paling sederhana, misalnya membantu teman yang kesulitan, menjenguk mereka yang sedang sakit ataupun hal yang sangat simple yaitu memberikan senyum kepada orang lain.
Berikut adalah tulisan yang tertera pada sebuah batu nisan seorang uskup Anglikan di Westminster Abby:
Sewaktu saya masih muda dan merdeka dan imajinasi saya tanpa batas, saya bermimpi untuk mengubah dunia.
Sewaktu saya beranjak dewasa, saya menyadari bahwa dunia tidak akan berubah, jadi saya memperkecil impian saya dan memutuskan untuk mengubah negara saya saja. Namun, ini pun sama saja, kelihatannya tidak akan dapat diubah.
Sewaktu usia saya semakin lanjut, dalam upaya terakhir, saya berkomitmen untuk mengubah keluarga saya saja, mereka yang paling dekat dengan saya, namun mereka pun tidak berubah.
Dan sekarang saat ajal sudah didepan mata, tiba-tiba saya menyadari: Andaikan saja saya mengubah diri saya terlebih dahulu, saya kemudian dapat menjadi teladan untuk perubahan bagi keluarga saya.
Dari inspirasi dan semangat mereka, saya mungkin saja dapat memperbaiki keadaan saya, dan siapa tahu, saya bisa saja mengubah dunia.
“…kita tidak pernah tahu kapan kita akan dipanggil, itu rahasia Yang Maha Kuasa. Namun yang perlu kita sadari, setiap hari kita selalu diberikan kesempatan untuk menjadi berkat…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar